when my world is gray

when my world is gray
kali kuning Yogyakarta

Rabu, 04 Desember 2013

Have I told you lately

Sambil mencengkeram bagian leher mantel, aku berjalan pelan.
Bulan sudah memasuki akhir Maret namun salju masih tebal.
Bagi anak-anak tropis sepertiku salju ini pernah menjadi semacam mimpi.
Dan kini setelah berbulan-bulan melihatnya, akupun lupa akan mimpi lamaku, aku bahkan segera ingin menyingkirkannya.






Aachen, kota pelajar. Lebih tepatnya seperti kota santri bagiku. Sepi, tenang, tak banyak hingar-bingar yang kutemui di kota dengan penduduk tidak lebih dari 250ribu jiwa ini.

Aku sangat rindu rumah, dan apabila rasa rinduku kumat biasanya aku akan berjalan mengelilingi kota, mencoba menyibukkan diri dengan apa saja yang dapat kutemui. Biasanya di tengah jalan aku akan teringat alasanku kemari, pengorbanan yang sudah kulakukan sehingga aku dapat berdiri di atas tanah salju hari ini.






Aku berhenti di ujung jalan, tempat biasanya penjual-penjual menjajakan kebutuhan sehari-hari, semacam pasar tumpah yang sering aku jumpai di Jakarta, bedanya di sini bersalju tentu saja.

Ku raba saku mantel untuk mencari benda yang membuatku resah selama tiga hari ini.
Sebuah ponsel pintar berusia 2 tahun. Dengan ragu aku buka kembali inbox, terdapat beberapa email baru, sebagian email dari beberapa perusahaan Jerman yang menawarkan kerja magang, sisanya adalah email dari milis yang aku ikuti.
Kalau saja email-email ini datang seminggu yang lalu lasti aku akan sangat antusias membacanya. Namun tidak, kali ini jari tanganku mencari email dari beberapa hari lalu.

"Dear Mba Rana,

Apa kabar mba? Di sana sedang musim apa? Kapan aku diajakin maen ke Jerman?
Mba, aku ga tau kamu nanti bakalan bisa datang atau tidak. Aku tau jadwalmu pulang masih lama. Tapi walaupun kamu ga bisa datang aku mohon doanya ya mba, aku akan menikah 3 minggu lagi. Undangan dan video aku lampirkan di email ini.
Kamu jangan sampai lupa cari pasangan juga, jangan mikirin kampus melulu. :)

Salam,


Ditya"


Ditya. Kesayanganku, yang selalu memanggilku dengan sebutan mba karena umurnya terpaut 3 tahun di bawahku.
Aku bertemu dia di kantor lama beberapa tahun lalu, anak yang sangat menyenangkan. Dan meskipun sudah beberapa kali pindah kantor dan terpisah pulau hubungan kami tetap akrab.
Aku ingat saat dia sedang ada dinas ke Jakarta, kami bertemu dan sempat mengobrol beberapa jam. Dia menanyakan kapan aku akan menikah? Aku bilang belum tau, kemudian dengan tampang seriusnya dia berkata "nanti kalau kamu nikah aku diundang ya mba, nanti aku akan datang buat nyanyi satu lagu spesial buat kamu"
"Lagu apa?" Jawabku. "have I told you lately that I love you..."dia mulai bernyanyi sambil tertawa. Aku cubit lengannya.






Malam di Aachen ini selengang biasanya, aku baru akan meninggalkan bangku kafé yang kududuki hampir 3 jam. Sudah satu minggu setelah aku menerima email dari Ditya dan aku belum membalasnya. Aku tak tau harus membalas apa.
Kuliah 4 tahun Ilmu Komunikasi ditambah hampir 2 tahun Master tidak membuatku mudah membalas satu email dari sahabat lama. Haruskah aku menuliskan kalimat bahagiaku, ataukan doa, ataukah bahwa aku sebal karena dia duluan yang menikah? Aku tak tau, dan aku tak bisa berhenti memikirkannya.

Sabtu, minggu kedua April, aku memakai gaun terbaik yang baru saja aku beli saat pesawat sedang transit di Dubai. Hitam seperti warna kesukaanya.
"Saya ingin menyanyikan lagu untuk sahabat terbaik saya yang menikah hari ini"

have I told you lately that I love you... Have I told you there's no one else above you...
Fill my heart with gladness, take away all my sadness... Ease my troubles that's what you do





untuk Kesayangan, 00:35.