when my world is gray

when my world is gray
kali kuning Yogyakarta

Rabu, 04 Desember 2013

Have I told you lately

Sambil mencengkeram bagian leher mantel, aku berjalan pelan.
Bulan sudah memasuki akhir Maret namun salju masih tebal.
Bagi anak-anak tropis sepertiku salju ini pernah menjadi semacam mimpi.
Dan kini setelah berbulan-bulan melihatnya, akupun lupa akan mimpi lamaku, aku bahkan segera ingin menyingkirkannya.






Aachen, kota pelajar. Lebih tepatnya seperti kota santri bagiku. Sepi, tenang, tak banyak hingar-bingar yang kutemui di kota dengan penduduk tidak lebih dari 250ribu jiwa ini.

Aku sangat rindu rumah, dan apabila rasa rinduku kumat biasanya aku akan berjalan mengelilingi kota, mencoba menyibukkan diri dengan apa saja yang dapat kutemui. Biasanya di tengah jalan aku akan teringat alasanku kemari, pengorbanan yang sudah kulakukan sehingga aku dapat berdiri di atas tanah salju hari ini.






Aku berhenti di ujung jalan, tempat biasanya penjual-penjual menjajakan kebutuhan sehari-hari, semacam pasar tumpah yang sering aku jumpai di Jakarta, bedanya di sini bersalju tentu saja.

Ku raba saku mantel untuk mencari benda yang membuatku resah selama tiga hari ini.
Sebuah ponsel pintar berusia 2 tahun. Dengan ragu aku buka kembali inbox, terdapat beberapa email baru, sebagian email dari beberapa perusahaan Jerman yang menawarkan kerja magang, sisanya adalah email dari milis yang aku ikuti.
Kalau saja email-email ini datang seminggu yang lalu lasti aku akan sangat antusias membacanya. Namun tidak, kali ini jari tanganku mencari email dari beberapa hari lalu.

"Dear Mba Rana,

Apa kabar mba? Di sana sedang musim apa? Kapan aku diajakin maen ke Jerman?
Mba, aku ga tau kamu nanti bakalan bisa datang atau tidak. Aku tau jadwalmu pulang masih lama. Tapi walaupun kamu ga bisa datang aku mohon doanya ya mba, aku akan menikah 3 minggu lagi. Undangan dan video aku lampirkan di email ini.
Kamu jangan sampai lupa cari pasangan juga, jangan mikirin kampus melulu. :)

Salam,


Ditya"


Ditya. Kesayanganku, yang selalu memanggilku dengan sebutan mba karena umurnya terpaut 3 tahun di bawahku.
Aku bertemu dia di kantor lama beberapa tahun lalu, anak yang sangat menyenangkan. Dan meskipun sudah beberapa kali pindah kantor dan terpisah pulau hubungan kami tetap akrab.
Aku ingat saat dia sedang ada dinas ke Jakarta, kami bertemu dan sempat mengobrol beberapa jam. Dia menanyakan kapan aku akan menikah? Aku bilang belum tau, kemudian dengan tampang seriusnya dia berkata "nanti kalau kamu nikah aku diundang ya mba, nanti aku akan datang buat nyanyi satu lagu spesial buat kamu"
"Lagu apa?" Jawabku. "have I told you lately that I love you..."dia mulai bernyanyi sambil tertawa. Aku cubit lengannya.






Malam di Aachen ini selengang biasanya, aku baru akan meninggalkan bangku kafé yang kududuki hampir 3 jam. Sudah satu minggu setelah aku menerima email dari Ditya dan aku belum membalasnya. Aku tak tau harus membalas apa.
Kuliah 4 tahun Ilmu Komunikasi ditambah hampir 2 tahun Master tidak membuatku mudah membalas satu email dari sahabat lama. Haruskah aku menuliskan kalimat bahagiaku, ataukan doa, ataukah bahwa aku sebal karena dia duluan yang menikah? Aku tak tau, dan aku tak bisa berhenti memikirkannya.

Sabtu, minggu kedua April, aku memakai gaun terbaik yang baru saja aku beli saat pesawat sedang transit di Dubai. Hitam seperti warna kesukaanya.
"Saya ingin menyanyikan lagu untuk sahabat terbaik saya yang menikah hari ini"

have I told you lately that I love you... Have I told you there's no one else above you...
Fill my heart with gladness, take away all my sadness... Ease my troubles that's what you do





untuk Kesayangan, 00:35.

Selasa, 26 November 2013

orang-orang baik itu... (ternyata) banyak.




Saat melihat gambar di atas, yang terlintas di kepala saya pertama kali adalah beberapa kenangan masa lalu.
Saya, yang pernah bersekolah di SD inpres (instruksi presiden) karena kebetulan Ibu ditugaskan untuk mengajar di SD tersebut. Dan karena Ibu ingin selalu mengawasi anak-anaknya namun tetap bekerja, saya pun ikut disekolahkan di tempat Ibu saya mengajar.
Apakah saya kemudian bersedih dan malu karena hal tersebut? Dahulu mungkin iya, namun sekarang saya sangat bersyukur pernah mengalaminya. Dari pengalaman bersekolah di sana, saya tau, dan melihat sendiri teman-teman sekelas saya yang bersekolah tanpa sepatu, baju seragam yang kebesaran karena bekas kakaknya atau warna baju yang warnanya sudah tidak dapat dijelaskan dengan sekali lihat.
Dan setelah lebih dari 20 tahun semenjak kejadian itu, ternyata masih dijumpai kejadian serupa. Hingga hari ini, masih banyak siswa yang terancam tidak dapat melanjutkan sekolah karena faktor ekonomi.

Hingga bulan November ini, munculah aktivitas Fund Raising yang muncul dari kantor saya. Dengan tujuan mendapatkan dana untuk nanti didonasikan untuk membantu biaya sekolah siswa prasejahtera, bersama-sama dengan masyarakat. Saya dengan rekan-rekan satu tim membuat berbagai macam kegiatan untuk galang dana tersebut.
Dimulai dari berjualan merchandise, makanan, hingga satu event besar kami yaitu Garage Sale. Mengapa Garage Sale? karena kami akan menjadi perantara, bagi orang-orang yang ingin berdonasi, baik donasi berupa barang, ataupun uang dengan pembelian barang. Sempat ragu karena waktu persiapan yang hanya sekitar seminggu saja, namun karena dukungan teman-teman yang siap membantu saya pun mantap untuk melaksanakan Garage Sale.

Secara mengejutkan, kegiatan "Roro Jonggrang" untuk amal tersebut mendapat banyak sekali bantuan. Dari penyediaan tempat oleh Ibu Lia, pemilik Restaurant Dua Nyonya, yang dengan baik hati meminjamkan restorannya sebagai tempat pelaksanaan Garage Sale tanpa meminta biaya sepeserpun, padahal selama pelaksanaan Garage Sale restaurant tersebut harus tutup untuk sementara.
Setelah mendapat tempat, barulah kami mencari barang-barang layak pakai yang akan dijual nanti. Untung kantor lama,  Customer Care & Services Group Bank Mandiri mempunyai kegiatan culture bernama Car Wash, di mana salah satu kegiatannya mengumpulkan berbagai barang layak pakai untuk disumbangkan bagi yang membutuhkan. Langsung saya sampaikan hal tersebut ke tim Respect Putera Sampoerna Foundation dan selang dua hari kemudian, 6 boks penuh berisi pakaian dan barang-barang lain layak pakai sudah berpindah tangan dari CCG Bank Mandiri ke Tim Respect Putera Sampoerna Foundation.
Kebaikan mengejutkan lainnya, datang dari sahabat saya @ekaotto yang menjual Novel Bayangan Ke Lima dalam bentuk e-book dan semua hasil penjualannya akan didonasikan ke program fund raising tersebut. Menyusul kebaikan-kebaikan lain berdatangan, beberapa sahabat yang saya hubungi untuk menjadi pengisi acara di garage sale menyatakan kesanggupannya untuk membantu mensukseskan kegiatan tersebut. Para pemilik hati yang baik itu bernama @inaCaluela, @babikbinal, @popokman, @arievrahman, @ikavuje, dan @monstreza. Mereka bersedia membantu tanpa dibayar sepeserpun, Mulai dari menyebarkan iklan kegiatan dari H-3 hingga datang untuk menjadi pengisi acara di hari H. Mereka bahkan orang-orang terakhir yang tetap berada di venue hingga semua kegiatan selesai.
Malaikat bertopeng sahabat
Beberapa orang yang menjadi donatur lainnya adalah @newsplatter yang mengatakan akan mendonasikan buku-buku koleksinya dan membantu menyebarkan berita melalui social media. Kemudian @editor_in_chic yang juga menyumbang banyak buku-buku keren untuk nanti juga akan dijual di Garage Sale. Tak lupa @dirtyjulian yang berpartisipasi menyumbangkan novel-novel kesayangannya. Sungguh, saya sangat terharu sekali.
The Vuje
Diantara banyak kejutan-kejutan kebaikan, ada satu orang yang menghubungi saya melalui email, dia mengatakan akan memberikan banyak barang dengan nilai jual jutaan untuk ikut didonasikan, mengepaknya dengan sangat rapi, dan mengirimkan ke kantor saya. Saat itu saya bertanya "apa tidak sayang barang semahal ini didonasikan?" dan dia menjawab "sesuatu yang tidak terpakai, kemudian diberikan kepada yang membutuhkan itu bukan donasi, saya yang beruntung bisa mengurangi dosa, insha Allah dengan memanfaatkan yang sudah ada"
Saat itu saya ingin menangis saking terharunya. :')
pengunjung garage sale

segala cara ditempuh agar orang datang

Dan pada hari Minggu, 24 November 2013. Garage Sale yang dilaksanakan di Dua Nyonya Restaurant terlaksanan dengan baik, ramai baik di social media maupun di lapangan. Sampai blog ini dituliskan, total penjualan barang-barang beserta donasi di kegiatan Garage Sale tersebut sudah menyentuh lebih dari 10 juta rupiah. Terima kasih semuanya, kegiatan ini menyadarkan saya, bahwa orang baik itu masih ada  banyak. :)

with all my Respect

My BIG thanks (untuk semua yang belum disebut di atas) :

Seluruh anggota Tim Respect PSF, @didut, @nagacentil, @dwikaputra, @_mizan, @aadgym, @silvafauziah, @cezalaseera, @kelakuan, @yahoo_ID, @streetbandits, @penina85, @goenrock, @fairyteeth, @wennythok, @mamski_, @siOchoy, @me_gaaa, @pashatama, @missdwikus, @defickry, Om Doni, Mba Astri, Mba Robiyah, Mba Deka, @auroratia, @reje_, @chachathaib, @dbramantyo, seluruh pembeli e-book bayangan Ke Lima, seluruh donatur, semua yang sudah datang ke Garage Sale, semua pegawai Dua Nyonya Restaurant, dan semua yang sudah banyak membantu sehingga acara ini terselenggara. Maaf tidak dapat menyebut satu-persatu. Kalian semua malaikat hati :)

Senin, 14 Oktober 2013

8 tahun Loenpia-milis blogger pertama (dan masih satu-satunya)





Saya lupa kapan pertama kali gabung di milis loenpia, sepertinya sekitar tahun 2008/2009/2010 (asli beneran lupa). Berawal dari iseng-iseng membuat sebuah tulisan fiksi, kemudia mempostingnya pada notes di facebook. Seorang teman memberitahu "kenapa ga kamu buat blog saja?" Akhirnya jadilah blog pertama saya pejalansore.blogspot.com.
Setelah menulis satu atau dua postingan di blog saya kemudian "menjual" blog dengan mengirimkannya kepada beberapa teman, salah satunya mas Koko yang akhirnya mengenalkan saya pada milis Semarangan ini.
Awal gabung masih bingung, suruh bikin tret perkenalan, lha gimana caranya juga saya ga ngerti, akhirnya udah kirim saja sekedar menyapa.
Karena belum paham bener cara setting email di milis, akhirnya setelah beberapa bulan baru mulai beneran aktif.
Yang paling saya ingat tentang Loenpia tentunya tret [junk] Sabda Eva (muncul tahun 2010) yang isinya... Entahlah, saya sendiri sulit menjelaskan. Yang jelas awal-awal saya membahas tentang pisang.
Kopdar pertama juga lupa kapan (maaf banyak lupanya) kalau ga salah di Semarang, ketemu mas Didut sang mimin untuk pertama kalinya, sebelumnya contact via socmed dan milis aja. Nah setelah kopdar pertama jadi makin kenal dengan anggota-anggota milis yang lain.
Nah yang seru, Loenpia ini punya cabang di Jakarta, beberapa anggota milis Loenpia yang di Jakarta sering kopdar bareng sesama perantauan dan membuat genk Loenjak alias Loenpia Jakarta. Pertama kali kopdar Loenjak kalau ga salah sama Mas Ivan, Mba Mimin, Mba Oelpha, Mba Oliph, Mas Lowo, sisanya lagi-lagi saya LUPA. *doh*
Oke, salah satu pengalaman kopdar yang seru adalah saat kopdar akbar dengan Loenjak di Semanggi. Saat itu saya bawa pacar, trus lagi ngobrol-ngobrol sama yang laen, ada cewek nyamperin pacar saya, (belakangan saya tau ternyata itu mantan pacarnya pacar saya *hayohloh*) nah si mantanya pacar itu tiba-tiba datang dan marah-marah. Dia merasa dibohongi karena pacar saya bilang dia lagi di kantor dan ternyata malah pacaran di Semanggi (iya, si mantan itu biarpun udah putus masih posesif). Jadilah keadaan awkward setelahnya, jadi ga enak juga sama temen-temen Loenjak. Taoi jangan khawatir, kami sudah putus kok, dan mantan pacar saya itu sekarang sudah menikah...dengan mantan pacarnya. HAHAHA!
Oke, namanya juga Eva, dimana saja ada curcolnya. Intinya, milis Loenpia ini merupakan milis pertama dan sampai postingan jni ditulis, masih jadi satu-satunya milis blogger saya, hiks terharu. :')
Saya senang dengan milisnya, orang-orang Semarang yang masih tetap membawa Semarangannya walau sebagian tinggalnya sudah bukan di Semarang lagi. Anggotanya lucu-lucu, kadang sering terdapat drama banned tapi ya banned-banned-an itu sudah biasa terjadi di Loenpia.
Selamat ulang tahun Loenpia, maaf aku sering jarang cek milis. Semoga makin besar, makin kuat, makin membanggakan sebagai produk Semarang. I Love Loenpia!


@nevanov

Pejalansore.blogspot.com
Pejalansore.wordpress.com

Rabu, 11 September 2013

Peta di atas bantal

Angin malam sudah mulai menusuk sendi, namun kamu masih tak bergerak dari kursi rotan tua itu.
Selesai menyesap kopi dingin yang sudah terlihat ampasnya, kemudian kamu menatapku sebentar.
"kalau sudah ngantuk tidur saja"
"iya sih, ngantuk... tapi mau berangkat tidur sendiri kok ya males"
"biasanya juga tidur dulu, tumben amat manja"
"ya masih males aja mas, udah mapan duduknya"
"udah lama kamu ga panggil aku mas, kamu benar-benar aneh malam ini"
"lha kan biasanya ada anak-anak, sekarang kan tinggal kita berdua disini"
"buk, kamu nyesel ndak to nikah sama aku?"
"lha sampeyan kok aneh nanyanya... kalo nyesel ya ngapain kita masih duduk rukun begini to pak"
"hehe.. ya iseng saja, siapa tau kamu selama ini hanya mau buktiin kalo kamu itu istri dan ibu yang baik"
"ah ono-ono wae, sampeyan"
"buk, sebelum kamu ketemu aku... sempet punya penginan suami yang kayak gimana?"

sedikit kaget dengan pertanyaan aneh suamiku ini, namun aku sudah siap menjawab. Jawaban yang sudah aku persiapkan bahkan jauh sebelum aku bertemu suamiku.

"aku... pengin suami yang selalu nemani aku kemanapun, 
yang selalu gandeng tanganku kalo di keramaian apalagi kalo pas nyebrang jalan,
aku pengin suami yang bisa paham kepinginku tanpa aku jelasin panjang-panjang,
aku pengin orang yang bisa selalu bikin aku tertawa, mau sedih mau seneng, dia selalu bisa bikin aku tertawa,
aku mau suami yang bisa diajak jalan jauh, mau diajak naik gunung berbekal tas ransel dan makanan seadanya, yang ikut bersorak saat melihat pantai, yang mau kejar-kejaran di gang sempit di kawasan kumuh Manila, yang berbisik lirih di telingaku, mengatakan 'ini mekahnya para pengembara' saat kami memasuki Kathmandu, yang menggendongku dengan susah payah saat aku mimisan karena dingin dan lelah menyusuri jalanan sepi Poznan. 
Aku mau suami yang bisa bilang padaku bahwa dunia yang luas itu justru dapat digambarkan dari kamar dalam flat mini, dimana aku bisa menggambarkan peta perjalanan kami di atas bantal, kemudian menandai dengan spidol tiga warna, hijau untuk yang sudah kita lewati, biru untuk yang kita rencanakan, dan merah, tempat yang sekiranya akan kami tinggali sampai mati.
Herannya, spidol merah itu tidak pernah digunakan, mungkin kami sudah menetap di hati masing-masing, merahnya sudah alami."

Kamu tersenyum kecil, tak terbaca apa yang kau pikirkan.
"berarti kamu ga bahagia sama aku? karena aku ga bisa memenuhi semua yang kamu inginkan dulu"

"kamu ga tanya apa yang aku inginkan saat aku bertemu denganmu?"

Kamu mendongak, raut wajahmu ragu
"apa yang kamu inginkan?"

"Setelah aku bertemu denganmu, aku selalu pengin suatu saat kita duduk di teras rumah, nemeni kamu menghabiskan kopi, membahas uban-uban kita, atau gigi ompongku...

 seperti sekarang ini."


Dan sisa malam itu kita habiskan dalam diam, namun kita sama-sama tersenyum dalam.

Rabu, 14 Agustus 2013

Antara Dua Senja

Ini tentang kisah di antara dua senja.
Kemarin kamu datang Tuan, di saat aku sedang menikmati waktu.
Dekat dengan petang aku duduk, setengah berbaring ku bercerita pada capung.
Aku sedang bercerita tentangmu, Tuan pecinta hujan.
Seperti halnya dirimu yang sangat mencintai hujan, aku selalu jatuh cinta pada senja.
Ironisnya, saat dimana hujan hadir saat senja itu justru saat yang tidak ingin kualami.
Kemarin kau tak datang sendirian, Tuan menyertakan hujan dalam bayangan.
Maaf, tapi hujanmu telah merenggut warna orange kemerahan dari ujung mata.
Gelap dipaksa datang lebih cepat, kedamaian saat tergelincirnya matahari diusir, dan hangat sore dicampakkan.
Duhai Tuan, betapapun aku sangat mencintaimu,
Kumohon jangan pernah bawa rintikmu dalam senjaku.
Datanglah saat malam, selimuti kami hingga subuh menjelang.
Datanglah saat siang, teduhkanlah hati-hati yang membara.

Dan kumohon pergilah saat senja hadir,
Hari ini, senja kedua.

Menepilah.


Kisah Kala Jam Sedang Tersenyum

Tuhan yang Maha Baik,
Terima kasih telah menjaga hatiku.
Kalau saja Engkau tak ada, mungkin sudah hancur berkeping diri ini.

Tuhan yang Maha Baik,
Engkau tak pernah terlambat, tak pernah keliru.

Tuhan yang Maha Baik,
Aku percaya, dan ingin selamanya begitu.

Tuhan yang Maha Baik,
Terima kasih, diantara banyaknya umatmu, Engkau masih mau mendengarku.



Senin, 22 Juli 2013

Investasi Teman

"Punya teman tidak boleh pilah-pilih"
Kalimat yang sering diucapkan oleh orang tua saya. Maksud mereka tentu baik, saya tidak boleh membeda-bedakan perlakuan terhadap teman. Harus bersikap baik dan ramah terhadap siapa saja.
Setelah dewasa saya kembangkan pesan orang tua saya tersebut. Berteman dengan siapa saja, bukan hanya yang satu lingkungan atau satu hobi saja, namun saya berusaha untuk membaur dalam berbagai tipe kelompok pertemanan. Buat saya, teman itu merupakan salah satu investasi. Selain ilmu pengetahuan dan membantu orang lain. Dan seperti layaknya investasi, teman, ilmu pengetahuan dan pekerjaan sosial merupakan investasi yang tidak pernah merugi.
Siapa yang sangka, bahwa seorang teman yang nampak biasa saja, suatu saat nanti dapat menjadi orang hebat yang akan membuat kita bangga telah mengenal mereka.
Salah satu hal yang saya syukuri dari kemampuan kecil saya berbaur (dan juga bantuan dari social media) adalah mengenal banyak orang-orang hebat. Beberapa diantaranya mungkin tidak pernah kita dengar namanya, namun ternyata mereka adalah orang-orang yang berada di balik layar sebuah kebijakan negara, atau sebuah penemuan besar, bahkan revolusi lingkungan.
Terkadang, ide-ide besar tidak muncul dari sebuah pemikiran mendalam, namun melalui perbincangan kecil di sebuah kedai kopi. Pertemuan beberapa orang dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang berlainan memperkuat derasnya arus informasi. Satu bahan obrolan dapat berubah menjadi "kaya" bagai menemukan keping-keping puzzle dan kemudian menyatukannya menjadi sebuah gambaran besar yang bernama ide. Ide-ide itulah yang kemudian akan muncul menjadi berbagai inovasi besar.
Lebih sederhana dari itu, hanya dengan segelas kopi dan sebungkus rokok, tawaran pekerjaan atau bahkan project dapat tiba-tiba muncul.
Seperti yang saya alami akhir minggu lalu, saya kopi darat dengan beberapa teman yang saya kenal dari social media. Meskipun baru bertemu pertama kali, namun chat melalui jejaring sosial dan aplikasi chat di smartphone sudah sering dilakukan, sehingga perbincangan sudah langsung terasa akrab.
Saya yang paling muda dan paling cantik (karena yang lain ganteng) bertemu dengan peneliti, economist, pejuang start up, dll. Perbincangan pun mengalir dari mulai hal-hal sederhana seperti membahas pekerjaan masing-masing hingga ke hal-hal besar seperti ekonomi makro, politik, dan bahkan obat-obatan terlarang.
Kalau kata Dee Lestari sudah bagaikan "badai serotonin" dimana mood kita terpacu sedemikian liarnya. Terlebih membahas hal-hal baru selalu menarik untuk saya. Bagai sekumpulan anak-anak yang bermain dengan mainan baru, rasa penasaran yang menjadi motivasi kami untuk terus menggali dan berbagi. Banyak informasi berlompatan keluar dari jalinan otak kami masing-masing sehingga relatifitas waktu benar-benar kami buktikan.
Satu hal yang menjadi pemahaman saya : bahwasanya setiap manusia itu unik, dan manusia adalah sumber kompleksitas terbesar. Itulah sebabnya mengenal dan mempelajari manusia melalui pertemanan merupakan cara termudah untuk mengurai kerumitan terbesar. :)
- Posted using BlogPress from my iPad

Kamis, 16 Mei 2013

Don't die too soon




I'm on my three days bed rest and there's a sound that keep surrounding my mind.
That sound is your voice, saying "hey, take care... Don't die too soon"
I know it's been months ago, but I never forget.
Everybody comes to me with their mission, and yours has done.
Both you and me now continuing life path in a different way.
We keep moving on even when we don't want it.
Summer will come for you, and I wait this rainy season ends as well.
Take care mister, don't die too soon.


- Posted using BlogPress from my iPhone

Sabtu, 06 April 2013

Just do it

Sempat kepikiran ga, sewaktu kecil, banyak sekali hal-hal konyol yang kita sampaikan ke orang tua. Misalnya gue, gue dulu sering banget bilang ke orang tua gue kalo gue pengin pergi ke bulan. Biasanya mereka hanya tertawa dan iya-iyain aja daripada gw nangis.
Pernah juga gw bilang ke guru gw waktu masih SD, kalau gue pengin buat terowongan yang nembus bumi, jadi perjalanan ke bagian bumi lain dapat dipangkas. Waktu itu Guru gw bilang hal itu ga mungkin terjadi.
Hal-hal serupa terjadi sampai pada saat gue kuliah dan bekerja, banyak ide-ide gila yang akhirnya harus menumpuk di pojokan pikiran atau dibuang ke sampah karena hal-hal tersebut tidak dapat diaplikasikan.
Pada akhirnya ruang imajinasi gue kering, gue lakukan apa yang orang biasa lakukan dan apa ya g orang-orang katakan apa yang harus gue lakukan.
Dalam setiap kesempatan gue selalu mengawali dengan "gue harus berpikir dan bertindak seperti kebanyakan orang" karena bila tidak, masalah akan datang.
Naif memang, tapi gue berharap suatu saat setiap orang dapat melakukan semua hal, menciptakan mimpi dan mewujudkannya tanpa harus terikat apakah lingkungan suka atau tidak. Buat gue, selama itu memang tidak menyakiti dan merugikan orang lain, harusnya memang tidak masalah.

Satu hal yang sudah diajarkan lingkungan sosial kepada gue, bahwa kemerdekaan sejati itu memang tidak pernah ada. Sejak kita lahir, kita sudah terikat dengan berbagai aturan, budaya, kebiasaan, norma dll. Bahkan gue tidak dapat membedakan manakah yang merupakan kebenaran dan mana yang "hanya mengikuti kebiasaan lama" karena tidak semua kebiasaan itu benar.
Namun lebih jauh lagi, gue percaya bahwa kebenaran adalah hasil konsensus belaka. Dunia ini tidak memberikan ruang bagi orang-orang diluar konsensus.
Pada akhirnya, kita tidak punya banyak pilihan ikuti aturan yang ada, terdepak dan mati sendiri, atau pilihan tengah : pilih lingkungan yang paling nyaman dan mendukung keinginan. Cari dan buat konsensus baru.
Pilihan lingkungan ini sangat mempengaruhi, berada di lingkungan dengan orang-orang yang satu pemikiran akan lebih mendukung kita melakukan apa yang kita inginkan. Terlepas dari baik dan buruk, bagi gue sekarang lebih baik berada pada lingkungan dengan tanggapan positif atas semua hal yang kita impikan. Bila gue ingin pergi ke bulan, maka gue harus berada di tengah-tengah orang yang beranggapan pergi ke bulan itu mungkin, bahkan sangat keren.
Pernah baca kata-kata dari Mark Twain : jauhilah orang-orang negatif yang mematikan ambisimu, orang-orang kecil akan melakukan itu, namun orang-orang besar adalah yang akan membuatmu merasa bahwa kamu juga bisa sehebat mereka.
Jadi, saat lo merasa tidak didukung orang sekitar untuk mencapai apa yang lo mimpikan, tinggalkan mereka dan cari yang dapat mendukung lo.
Sulit? Iya. Mungkin? Sangat. Kalo kata Nike is Just do it aja. :)

- Posted using BlogPress from my iPhone

Selasa, 19 Maret 2013

Mbah Kung

Selasa, 190313

11.00 siang, telp gw bunyi, di layar hp ada nama nyokap. Mendadak perasaan gw ga enak.

Beberapa menit kemudian gw membuktikan ketepatan perasaan gw, "simbah kakung seda"

Mbah kakung itu orang yang nyentrik dari mudanya. Sebagai anak desa, beliau tidak pernah suka bertani. Lebih suka menjadi pedagang dan bikin usaha.
Dari jaman muda sudah mengembara hingga Sumatera dan Kalimantan.
Gw sering dapat cerita kalau beliau itu waktu jaman mudanya jadi anak gaul kampung. Dengan celana lebar di bawah dan rambut gondrong yang dikeriting dengan alat keriting salon kampung.
Beliau sempat membuka usaha tenun yang cukup sukses pada waktunya, rumah mbah kung saat itu adalah rumah sekaligus pabrik tenun.
Ga heran luasnya hampir setengah lapangan bola, lengkap dengan lapangan kecil di tengah untuk menjemur benang yang habis di rendam pewarna.
Setelah usaha tenunnya mengalami kemunduran dan akhirnya bangkrut, mbah kakung tak berhenti sampai disitu. Beliau kembali merantau ke Jakarta dan menjadi pedagang minuman, yang kemudian pindah ke Semarang dan menjadi pedagang bakso.
Setelah beberapa tahun mbah kung kembali ke kampung dan beternak sembari berjualan makanan di pasar.
Mbah Gita bubur... Begitu orang di desa memanggil mbah kung dan mbah putri.
Mbah kung itu penggemar vespa, gw inget waktu gw kecil betapa mbah kung dengan gagahnya berkendara dengan naik vespa kemana-mana.
Dulu pernah juga mbah kung terjatuh dari vespa dan pingsan sampai bikin orang kampung heboh.
Gw dulu lebih dekat dengan mbah putri, dan meskipun mbah kung bukan pejabat atau orang besar lainnya tapi gw selalu kagum dengan nyentrik dan gantengnya mbah kung gw itu.

Selamat jalan mbah kakung...

Selamat mengendarai vespa dengan mbah putri di surga. :)


- Posted using BlogPress from my iPhone

Rabu, 13 Februari 2013

Buat @arievrahman

SELAMAT BERUMUR 27 MUHAMMAD ARIF RAHMAN!

Katanya 27 itu merupakan tanda kedewasaan, kali ini kamu kudu percaya sama aku wong aku dah duluan mengalami 27 daripada kamu.

Duh kalo kisah pertemanan kita yang kalo ga salah tahun ini menginjak angka 16 (astaga! Setengah hidup kita!) diceritain di sini pasti ga akan selesai dalam waktu seharian.

Aku ndak akan pesen banyak-banyak buat kamu wong kamu juga udah gede plus kalau ada apa-apa yang mau disampaikan ya aku tinggal bilang aja toh mdak perlu nunggu pas hari ulang tahun kamu.

Aku cuma pesen tetep jadi Arif Rahman yang aku kenal 16 tahun lalu, yang periang, yang lugu, yang tetep alim (definisi alim bisa kita bicarakan lagi).

Nah masalah jodoh wes percaya sama aku, pasti juga dapat kok. Sementara nunggu jodohmu itu kamu pasti sudah tau kan gimana caranya nyenengin diri sendiri.

Makasih udah jadi sahabat, temen curhat, keluarga, guru traveling dan lain-lainnya.

Wes pokoe buat aku kamu tu temen yang ga ada duanya.

Wes ya ngono wae.. Sby g kalo ketemu langsung aja.

*hugs*


Sahabatmu,


@nevanov


- Posted using BlogPress from my iPhone

Sabtu, 09 Februari 2013

Zona nyaman yang harus kutinggalkan

Lagi, tulisan ini dibuat setelah baca salah satu judul di bukunya Henry "tentang eat, pray, & love dan pencarian diri"
(I hate you Piring for being so insighful)

Hari ini kurang lebih tiga minggu menjelang kepindahan gue ke Kalibata City, apartment (rumah susun) yang terkenal dengan jalanannya yang super macet di wilayah Jakarta Selatan.

Saat memutuskan untuk pindah, semua orang bertanya hal yang sama "kan macet banget, kan jauh dari mana-mana, kan padat penduduk gitu, dll"

Gue sendiri sudah beberapa kali ditawari untuk pindah ke Kalibata dari sejak tahun lalu, entah mengapa gue selalu menolak. Benar memang, kosan gue yang sekarang ini dah termasuk senyaman-nyamannya tempat tinggal. Berada di tengah kota, kemana-mana deket, mau ke tempat nongkrong tinggal jalan bentar, mau nonton bioskop tinggal ngesot, deket sama kantor, deket halte trans jakarta, deket pangkalan taxi, duh pokoknya enak banget! (Jadi berat lagi mau pindah-halah)

Tapi mungkin karena semua kenyamanan itu, akhirnya gue memutuskan buat menerima ajakan teman untuk tinggal di Kalcit (Kalibata City) tahun ini. Gue merasa gue sudah masuk zona nyaman, zona yang seharusnya dihindari buat orang-orang yang tidak pernah puas dan masih pengin terus maju.

Kebetulan, hal teraebut dibahas sama Henry di bukunya, ada quote asik
kehadiran sesuatu yang familiar, yang sering dilihat, membutakan mereka terhadap solusi lain yang lebih baik
dan ada lagi
upaya keluar dari "familiar zone", dan membantu membebaskan otak untuk berpikir yang berbeda


Intinya, kalo gue terus berada di tempat tinggal gue yang sekarang, gue ga akan bisa "berkembang secara progresive" istilah yang gue bikin sendiri :p

Karena apa? Karena pindah dan meninggalkan kebiasaan itu ga mudah, kemampuan adaptasi kita diuji, dan makin cepat kita beradaptasi, makin bisa kita bertahan dalam dunia kejam ini (lebay dikit).
Dan makhluk yang akan terus bertahan di muka bumi adalah mereka yang mampu beradaptasi.
Ditambah kalau kita hanya lihat yang itu-itu saja setiap hari, ga akan banyak hal baru yang akan dapat kita pelajari.
Mungkin kalau sekarang gue terbiasa bangun siang dan kemana-mana naik taxi karena deket, siapa tahu dengan di Kalibata gue bisa bangun lebih pagi dan berjuang masuk kereta bersama para pejuang korporat lainnya.

Dengan dasar itulah, gue memutuskan untuk keluar dari zona nyaman demi meningkatkan kemampuan adaptasi gue.

Kalau mau melihat kebelakang, gue sudah beberapa kali keluar dari zona nyaman, berawal dengan kepindahan gue ke Jakarta untuk bekerja, meninggalkan rumah yang nyaman serta keluarga yang jaga gue setiap hari, dan menggantikannya dengan kehidupan mandiri menjadi anak kos di ibukota yang terkenal lebih kejam dari ibu tiri.

Mengawali tinggal di Jakarta di sebuah lokasi nyaman daerah Kemang, ga lama harus pindah ke Kuningan agar lebih dekat dengan kantor, dan setelah dua tahun hidup dengan nyaman gue memutuskan pindah ke Kalcit.
Dengan berbekal keyakinan, dan tambahan pesan seorang teman "nanti kamu bakal menemukan kenyamanan baru di sana (Kalcit)" gue memantapkan hati.

Setelah ini, apakah gue akan terus mencari dan kemanakah?

Hanya waktu yang tahu jawabannya :)


- Posted using BlogPress from my iPhone

Father to Son, Son to Father

(The porch. Dusk. Drizzling rain.)

Son: "Dad, why we have to gone through a linear life? Go to school, find a decent work, getting married, having children, being old, and finally death. It's cliche, no?"
Father: "Our life is purposive. There are meanings in Creation."
S: "So, does it mean that the Creator is as boring as life itself? That the purpose of our life is to seek the hidden meanings behind boredom? It's futile, Dad."
F: "Son, I have gone through more than half of linear life that you mentioned before. Many times I find boredom too. But I will always return to the Creator and find unexpected insights."
S: "Dad, it's still boring. You are just adding one more step in between the linear path of life. But it's still linear: go to school, contemplation on the Creator, find a decent work, contemplation on the Creator, getting married, and so on and so forth..."
F: "Sorry that I can't be a good Dad who can respond to each of your questions. But I believe that contemplation is useful. That's how I can keep on going with this tough life."
S: "I agree that contemplation is useful. But just because something is useful, it doesn't mean that we can't breakout from the linearity. Let me propose something concrete: let's reverse our role, you as the Son, and me as the Father. Or maybe let's erase our titles, no more Father and Son. After that, we can see whether we can find another point of view about the linearity of our life."
Father and Son: "..."

(So, who is actually the Father and the Son?)




email from a friend in a boring night
My room, 10:34pm

Jumat, 08 Februari 2013

Menikah sebagai solusi?

Tulisan ini dibuat karena kegenggesan gue dalam menghadapi beberapa orang sekitar gue.

Akhir bulan Januari seorang teman bercanda dan mengatakan "mba Eva, tahun 2013 sudah berkurang satu bulan lho"
Maksud dia adalah : deadline dengan "waktu pernikahan ideal" sudah lebih dekat lagi.
Ya karena gue cewek berusia 27 tahun yang hingga tulisan ini dibuat belum menikah dan bahkan belum menampakkan tanda-tanda akan segera menikah, seperti halnya orang tua dan saudara, temen-temen gue juga sudah merasa gusar dengan status gue ini.

Pertanyaannya "kenapa justru orang lain yang gusar sedangkan guenya santai-santai saja?"

Sebenarnya kalau dibilang gue anti pernikahan pasti juga salah besar, bagaimanapun juga gue pengin menikah, masalahnya kalau memang belum menemukan seseorang yang "pas" menurut diri sendiri, terus apa ya mau dipaksa?

Masalahnya di budaya timur, orang-orang sudah terjebak oleh konstruksi sosial, dimana cewek harus menikah sebelum usia 30 tahun lah, cewek harus nurut suami lah, penghasilan suami harus lebih besar dari istri, dsb.
Ditambah kesan yang ditimbulkan orang-orang sekitar bahwa jomblo itu kaum-kaum tersesat yang harus segera dibantu, belom lagi kalimat-kalimat yang ga jelas maksudnya apakah memuji atau menghina seperti "cantik-cantik kok jomblo?" Atau "masa orang seperti kamu ga ada yang mau?" Yang makin bikin gengges.

Seminggu ini gue sakit flu, sudah beberapa pil ditelan tetap saja penyakit membandel, mungkin karena gue belum sempat beristirahat total selama sakit karena terus masuk kerja.
Dan seorang teman kembali bercanda usil "mbak, itu mungkin itu suatu pertanda, bahwa mbak harus segera menemukan jodoh"
Spontan gue langsung memberikan pertanyaan balasan "memang jodoh itu sehebat nabi? Sehingga selalu menjadi solusi atas semua permasalahan hidup gue?"
Sakit suruh nikah, stress suruh nikah, sedih suruh nikah, miskin suruh nikah.
Lah.. Emang nanti suamiku pasti seorang yang punya segala-galanga sehingga bisa memberi semua solusi? Yakin darimana bahwa setelah menikah nanti ga akan ada permasalahan lanjutan?

Jadi teringat kata-kata seorang teman (sebut saja Joseph Sudiro) melalui tweetnya yang kira-kira begini bunyinya "tren masa kini, selesaikan semua masalah denan menikah" sebuah tweet sarkas menanggapi fenomena "keharusan menikah" akhir-akhir ini.

Gue percaya, pada saat seseorang siap untuk bertemu jodoh pasti juga akan menikah.
Masalahnya, kadang kita sendiri ga tau kapan kita siap menikah. Kadang sudah merasa siap tapi ga juga bertemu jodoh, ya mungkin Tuhan (sebagai makhluk percaya Tuhan) menganggap kita belum siap untuk ditemukan dengan jodoh.
Nah kalau Tuhan saja menganggap kita belum siap, ya masa trus orang lain mau memaksa menikah?

Terus kalo menikah karena tekanan orang sekitar dan kemudian tidak bahagia siapa yang mau tanggung jawab? Orang-orang?

Lalu akan ada kalimat susulan "lha tapi kalo ga berusaha ya mana mungkin bertemu dengan jodoh"

Jawaban gue buat kalimat seperti itu "emang kamu tahu seberapa jauh usahaku? Emang kamu terus mengikutiku 24 jam sehingga bisa berpendapat seperti itu?"
Kesiapan orang sendiri-sendiri dan tidak sama, plus kesiapan bukan hanya sekedar memperbaiki diri dan memperbanyak koneksi, banyak hal yang harus dilakukan, dan tentunya tidak dalam waktu singkat. Jadi sebaiknya jangan sok tahu. :)

Seperti yang ditulis oleh Henry Manampiring dalam bukunya "cinta tidak harus mati" bahwa terdapat yang namanya Emergent System dalam cinta, bahwa sebuah permasalahan bisa terdiri dari banyak faktor, dan penyelesaiannya tidak bisa dari satu elemen saja, begitu pula soal mencari jodoh.
Mungkin bukan hanya kesiapan, tapi bisa juga waktu yang tepat, orang yang tepat, keadaan yang tepat, lingkungan yang tepat. Kalau faktor-faktor tepat tadi belum lengkap, ya jangan dipaksa.

Intinya, jangan memburu-buru orang untuk segera menikah, kamu tidak tahu apa saja yang telah mereka usahakan untuk itu.

Masih ditulis oleh Henry dalam bukunya "Love favors the prepared, cinta berpihak kepada mereka yang siap" :)



My room,11.53 bedrest (literally)


- Posted using BlogPress from my iPhone

Rabu, 30 Januari 2013

Rain & Municipal Park

let's take a walk to municipal park
It's raining, I don't wanna get wet
oh darling, the insensitive creature.. Dancing in the rain is a serene
No. You dance, I'll capture you sway..
can we kiss?
:)





Twilight





There was a time, when bottom of your heart, meet top of your feelings.

They called it love..
I say that's twilight.

Selasa, 29 Januari 2013

The place





This is a place near my workplace
A Place where boredom alive
A Place where I feel lonely even when many people arounds
A Place where I learn
A Place where My parents put their hopes
A place where the weak never survive
A place where we spent most of our grown up time

A place where I belong.


and if someday I should go, can you tell me where?

Betrayed by memory





I remember this is our place, yet you never been there.

Betrayed by memory..


Selasa, 08 Januari 2013

pe(pe)san kosong

Beberapa orang lahir untuk menciptakan keseimbangan.
mereka datang dengan misi membawa perubahan.
Sebagian dari mereka tak tersadar dengan tujuan itu.
Sisanya berjuang sendirian.

Sebagian dari kita menjalani konstruksi yang telah dibangun orang-orang sebelum kita.
Beberapa mengambil jalan lain untuk belajar, keluar dari kotak besar yang selama ini mengekang.
Sungguh, akupun tak yakin bawa setelah ini mereka tidak akan masuk kotak yang lain.
Mungkin mereka tak sadar, bahwa mereka hanya berpindah kotak.

Beberapa dari mereka merasa berlari, merasa bahwa itulah kebebasan yang mereka inginkan saat ini.
Tidakkah kau lihat sayang, kamu hanya masuk dalam kotak yang lebih lebar sehingga kamu bebas bergerak.

Suatu saat nanti, apabila orang-orang telah memenuhi kotak yang kamu tempati sekarang ini, keadaan tak akan lagi sama.

Dunia lahir dengan keseimbangan.
Tak ada yang gratis disini, bahkan limpahan imajinasupun memerlukan pengorbanan waktu.

Aku mengerti, bahwa rutinitas mengkerdilkan imajinasi.
Dan apakah dengan menjadikan imajinasi sebuah rutinitas akan selalu berakhir baik?
jawabannya mungkin kau tahu, bahwa seberapa pun banyak emas kau timbun.
tetap tak akan ada artinya apabila tak kau jadikan alat tukar.
begitu pula dengan pikiran dan imajinasimu. 
Tak akan pernah berharga bila tak kau bagi.
Kita ini makhluk komofidikasi.

karena dari situlah keseimbangan muncul.


Kuningan, 8 Januari 2013

(pict By Google)