Selasa, 190313
11.00 siang, telp gw bunyi, di layar hp ada nama nyokap. Mendadak perasaan gw ga enak.
Beberapa menit kemudian gw membuktikan ketepatan perasaan gw, "simbah kakung seda"
Mbah kakung itu orang yang nyentrik dari mudanya. Sebagai anak desa, beliau tidak pernah suka bertani. Lebih suka menjadi pedagang dan bikin usaha.
Dari jaman muda sudah mengembara hingga Sumatera dan Kalimantan.
Gw sering dapat cerita kalau beliau itu waktu jaman mudanya jadi anak gaul kampung. Dengan celana lebar di bawah dan rambut gondrong yang dikeriting dengan alat keriting salon kampung.
Beliau sempat membuka usaha tenun yang cukup sukses pada waktunya, rumah mbah kung saat itu adalah rumah sekaligus pabrik tenun.
Ga heran luasnya hampir setengah lapangan bola, lengkap dengan lapangan kecil di tengah untuk menjemur benang yang habis di rendam pewarna.
Setelah usaha tenunnya mengalami kemunduran dan akhirnya bangkrut, mbah kakung tak berhenti sampai disitu. Beliau kembali merantau ke Jakarta dan menjadi pedagang minuman, yang kemudian pindah ke Semarang dan menjadi pedagang bakso.
Setelah beberapa tahun mbah kung kembali ke kampung dan beternak sembari berjualan makanan di pasar.
Mbah Gita bubur... Begitu orang di desa memanggil mbah kung dan mbah putri.
Mbah kung itu penggemar vespa, gw inget waktu gw kecil betapa mbah kung dengan gagahnya berkendara dengan naik vespa kemana-mana.
Dulu pernah juga mbah kung terjatuh dari vespa dan pingsan sampai bikin orang kampung heboh.
Gw dulu lebih dekat dengan mbah putri, dan meskipun mbah kung bukan pejabat atau orang besar lainnya tapi gw selalu kagum dengan nyentrik dan gantengnya mbah kung gw itu.
Selamat jalan mbah kakung...
Selamat mengendarai vespa dengan mbah putri di surga. :)
- Posted using BlogPress from my iPhone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar