Letusan Gunung Sinabung beberapa hari lalu, mengingatkan saya akan peristiwa Gempa Jogja tanggal 27 Mei 2006.
Bagi yang belum tahu atau lupa, sebelum terjadinya Gempa Jogja mei 2006 lalu, selama beberapa minggu sebelumnya Gunung Merapi mempunyai status AWAS, karena terus terjadi muntahan awan panas disertai gempa dan kucuran lahar panas di puncak Merapi.
Pada saat itu saya dan beberapa teman kuliah melakukan perjalanan untuk melihat lahar panas secara dekat dan langsung. Perjalanan dari Semarang menuju Jogja memang tidak terlalu jauh, sekita2 2-3 jam menggunakan kendaraan sendiri atau kendaraan umum. Dan karena masih muda dan penuh semangat saya dan beberapa temang menuju Jogja dengan naik motor istilah kerennya touring.
Kami berangkat hari Jumat siang, tanggal 26 Mei 2006. Dari Semarang kami tidak langsung menuju Jogja. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi Ketep Pass yaitu museum Vulkanologi yang menjadi objek wisata di daerah Magelang sekaligus digunakan sebagai salah satu Gardu pandang pengawasan aktivitas Gunung Merapi.
Ketep Pass memang objek wisata yang menarik, karena terletak si dataran tinggi (pengunungan) dimana dari Ketep Pass kita bisa melihat beberapa gunung yaitu Gunung Merapi, merbabu, dan juga beberapa gunung lain yang samar-samar terlihat seperti Gunung Sindoro dan Sumbing.
Pemandangan pengunungan, lokasi yang luas dan bersih, dan udara yang sejuk membuat kita nyaman beraa di Ketep Pass, dan yang penasaran dengan sejarah dan pengetahuan tentang vulkanologi, di Ketep Pass juga terdapat museum, dimana kita bisa melihat foto-foto letusan Gunung Merapi, diorama dan juga film-film dokumenter tentang Gunung Merapi. Bagi yang lapar juga bisa menkmati hidangan dan minuman panas di Restoran sambil menikmati pemandangan dan udara sejuk disana.
Puas berkeliling dan foto-foto di Ketep Pass saya dan teman-teman melanjutkan perjalanan ke Muntilan karena beberapa teman sudah menunggu disana, sekalian transit untuk makan dan mandi.
Selesai mandi dan makan malam, kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Jogjakarta. Dari Muntilan ke jogja hanya sekitar 25 menit menggunakan kendaraan pribadi. Sekitar pukul 10 malam kami sudah sampai ke Malioboro, nongkrong sambil menikmati jagung bakar dan kopi/teh hangat. Sampai jam 2 dini hari kami memutuskan melanjutkan erjalanan menuju Kaliurang untuk melihat muntahan lahar panas Merapi yang katanya indah jika dilihat di malam hari/dini hari. Karena masih muda dan kuat menahan kantuk, kami melanjutkan perjalanan ke Kaliurang.
Salah seorang teman menyarankan untuk melihat lahar panas dari Desa Bebeng, kira-kira 5-6 km dari puncak Merapi dan hanya dekat dengan kediaman Mbah Maridjan yang tersohor itu heheehe. Selama perjalanan saya agak deg-deg an juga, baru pertama kali ini melihat telusan gunung dari dekat, apalagi jalan-jalan sudah sepi karena selain dini hari, beberapa desa dikawasan Gunung Merapi sudah dikosongkan dan penduduknya sudah dievakuasi karena satus Merapi pada saat itu adalah AWAS.
Sesampainya di desa Bebeng, kami langsung menuju pos kamling yang dijaga oleh beberapa warga disana, karena seluruh desa sudah dievakuasi, maka bapak-bapak tersebut menjaga keamanan harta benda satu desa dengan berjaga di pos bergiliran. Sambil menikmati kopi panas dari warga yang sedang mendapat giliran berjaga, kami menikmati pemandangan puncak Gunung Merapi yang memuntahkan lahar panasnya. Untuk pertama kalinya saya bilang bahwa pemandangan tersebut sungguh indah. Bagai cipratan bunga-bunga api dari puncak gunung, dan kadang seperti lelehan sirup berwarna merah api dari puncak gunung, hehe. Yang benar-benar saya tidak suka saat itu adalah suhu udara yang sangat dingin, terlebih badan saya yang ceking tanpa lemak ini membuat saya menggigil terus-terusan, padahal sudah memakai 3 lapis jaket.
Tanpa terasa kami berada disana sudah beberapa jam, sambil terus mengobrol dan bercanda dengan warga. Begitu sudah lewat waktu subuh, pemandangan puncak Merapi semakin jelas, mulai terlihat awan-awan berbentuk gumpalan asap yang terus keluar dari puncak merapi seperti cerobong asap. Kesempatan itupun kami manfaatkan untuk berfoto ria.
Saat sedang asik-asiknya berfoto, tiba-tiba terdengar suara gemuruh, awalnya seperti suara truk besar yang lewat di samping kami, lama-lama seperti suara tanah longsor, bersamaan dengan tanah yang naik turun. Serius! saat itu saya berdiri diatas jalan aspal, tetapi rasanya seperti berada diatas dek kapal diatas laut. Beberapa teman termasuk saya langsung panik, genting-genting berjatuhan dan di sebelah saya ada mobil tanpa penumpang yang bergerak-gerak sendiri karena terguncang gempa.
Saya tidak ingat berapa menit gempa tersebut berlangsung, yang jelas saya sangat panik. Pertama kalinya saya mengalami gempa hehe.. Orang-orang yang berjaga disana tampak tenang, mereka bilang bahwa gempa seperti ini sudah biasa, apalagi saat merapi sedang aktif (wow!) saya salut dengan mereka. Setelah goncangan gempa berhenti, selang 2 menit awan panas besar mulai keluar, kami masih sempat mengabadikan gambar-gambar tersebut sampai akhirnya awan panas semakin mendekat, tim evakuasi dari bawah dan beberapa tim SAR pun sudah naik untuk meminta warga-warga atau pengunjung turun ke tempat pengungsian.
Takut terjadi apa-apa kami segera turun (ngeri juga bayangin dikejar-kejar awan panas seperti di film-film). Sampai di Jogja kota ternyata kerusakan karena gempa lebih parah daripada di atas (puncak gunung Merapi). Dari situ kami tahu kalau ternyata geba yang baru saja kami alami itu bukan gempa vulkanik namun gempa tektonik.
Kepanikan tidak berhenti disitu saja, karena selang beberapa menit kami naik motor, dari arah lawan terlihat ratusan manusia yang berlari, naik motor atau pun mobil sambil berteriak "ADA TSUNAMII!!!!!!" Tuhan! bayangkan betapa paniknya saya dan teman-teman saat itu. tanpa pikir panjang kami pun segera putar arah dan ikut menyelamatkan diri. Sampai sekarang saya masih mengutuk orang yang menyebarkan berita bohong tersebut. Benar-benar tidak bertanggung jawab, saya lihat sendiri bagaimana orang-orang panik, berebut jalan sapai ada beberapa kecelakaan terjadi di depan mata saya karena chaos yang terjadi saat itu. Saat itu saya sendiri sudah tidak bisa berpikir apa-apa selain "Tuhan maafkan semua dosa saya" hahahaha... Saya pun menangis karena terpisah dengan teman-teman, saya taut mereka juga ada apa-apa dijalan. Saat itu jaringan komunikasi terputus, telp ga nyambung, sms juga pending. Untung teman saya punya inisiatif untuk berhenti di wartel setelah merasa kondisi cukup aman, dari hp dia menyalakan radio dan mencari tahu berita terbaru. Dan dari siaran radio menyampaikan bahwa berita tsunami itu tidak benar. Sedikit lega akhirnya saya dan teman saya memutuskan kembali ke Muntilan sambil menunggu rombongan teman-teman yang lain.
Sungguh benar-benar pengalaman tak terlupakan bagi saya saat itu.
:)
*langsung ke kolom komen*
BalasHapusCuman mau ngucapin PERTAMAX MAHAL
hahaha, yang dari merapi ke bantul, yang dari bantul ke merapi
BalasHapus